Sunday, December 16, 2018

PARTAI POLITIK DAN PEMILU | BELAJAR HUKUM

title

PARTAI POLITIK DAN PEMILU



  1. PARTAI POLITIK

Politik merupakan suatu system kekuasaan. Pengertian kekuasaan adalah suatu kemampuan seeorang atau kelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok orang lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku seseorang / kelompok orang tersebut menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang memiliki kemampuan itu. Menurut R.M. Mac Iver, kekuasaan social adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain baik secara langsung dengan cara memberi perintah maupun tidak langsung dengan mempergunakan alat dan cara yang tersedia. Kekuasaan politik adalah kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan umum baik dalam proses terbentuknya maupun akibat – akibatnya sesuai dengan tujuan – tujuan pemegang kekuasaan itu sendiri. Kekuasaan dalam Negara selalu berbentuk piramida, ini terjadi karena kekuasaan yang unggul selalu mengsubordinasi kekuasaan – kekuasaan lain. ciri – ciri kekuasaan Negara :



  • Adanya unsur kekuatan memaksa

  • Negara memiliki monopoli kekuasaan dalam menentukan tujuan bersama

  • Sifat kekuasaan Negara mencakup semua orang tanpa kecuali

Selain itu, struktur kekuasaan Negara dibagi atas dua bagian besar :


  1. Suprastruktur

Struktur di atas permukaan yang keberadaannya ditentukan dalam Konstitusi Negara seperti, MPR, DPR, Presiden, MA, Lembaga – lembaga Negara dan pemerintahan. ( Struktur formal dan struktur pemerintahan )


  1. Infrastruktur

Struktur di bawah permukaan yang keberadaannya ada dalam masyarakat. Komponennya : partai – partai politik, alat komunikasi politik, kelompok penekan, kelompok kepentingan, tokoh – tokoh politik


Hubungan antara suprastruktur dan infrastruktur saling mempengaruhi. Dimana suprastruktur mengatur infrastruktur melalui perantara peraturan perundang – undangan / kebijakan lain sementara infrastruktur sangat mempengaruhi berjalannya suprastruktur politik. Hubungan yang paling nyata adalah adanya lembaga pemilihan umum yang diselenggarakan secara priodik.


  1. Definisi Partai Politik

Partai politik pada dasarnya merupakan suatu kelompok yang terorganisir, dimana anggotanya memiliki orientasi, nilai – nilai dan cita – cita yang sama dengan tujuan untuk memperoleh kekuasaan politik dengan merebut jabatan – jabatan politik secara konstitusional lewat pemilihan umum. Perbedaan Parpol dengan Gerakan dan Kelompok Kepentingan / Kelompok Penekan adalah Parpol dengan Gerakan bahwa suatu gerakan merupakan kelompok / golongan yang ingin mengadakan perubahan – perubahan pada lembaga – lembaga politik. Dibandingakan dengan Parpol, gerakan memilik tujuan yang lebih terbatas dan bersifat fundamental dan juga gerakan dalam memperjuangkan tujuannya tidak melalui pemilu.


  1. Fungsi Partai Politik

Ada 4 fungsi utama partai politik :


  • Partai sebagai sarana komunikasi politik : parpol bertugas sebagai alat komunikasi dua arah yakni menyalurkan aspirasi anggotanya kepada pemerintah dan sebaliknya menginformasikan segala kebijaksanaan yang telah diambil pemerintah kepada para anggotanya.

  • Partai politik berfungsi sebagai sarana sosialisasi politik. Sosialisasi politik merupakan suatu proses melalui mana seseorang memperoleh sikap dan orientasi mengenai suatu fenomena politik.

  • Partai politik sebagai sarana recruitment politik : parpol berfungsi mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai.

  • Partai politik sebagai sarana managemen konflik : parpol berkewajiban menengahi / menyelesaikan konflik jika terjadi konflik dalam masyarakat.

  1. Klasifikasi Sistem Kepartaian

Terdapat 3 macam criteria untuk mengadakan klasifikasi, yaitu


  1. Klasifikasi menurut Jumlah dan fungsi anggotanya,

  • Partai Massa yaitu partai yang selalu mendasarkan kekuatannya pada jumlah anggotanya

  • Partai Kader yaitu partai yang mementingkan kualitas loyalitas dan disiplin anggotanya.

  1. Klasifikasi berdasarkan Sifat dan orientasi partai

  2. Partai Lindungan ( Patronage Party )

Umumnya memiliki organisasi nasional yang kendor. Maksudnya untuk memenangkan pemilu dengan mencari dukungan dan kesetiaan anggotanya


  1. Partai Asas / Idiology

Biasanya mempunyai pandangan hidup yang digariskan dalam kebijakan pimpinan dan berpedoman pada doktrin dan disiplin partai yang kuat dan mengikat. Sehingga hubungan antar anggota sangat kuat dan erat


  1. Partai Program

Partai yang berorientasi pada program – program yang kongkrit untuk diperjuangkan menjadi program nasional


  1. Klasifikasi atas dasar Jumlah partai yang berpengaruh dalam Badan Perwakilan

Menurut Maurice Duverger, terdiri atas 3 sistem :


  1. System Satu Partai / Partai Tunggal / Mono Partai

Konsentrasi kekuasaan berorientasi pada satu partai dan berkuasa secara dominan. System ini biasanya dianut oleh Negara – negara Komunis


  1. System Dua Partai / Dwi Partai

Dwi partai diartikan sebagai adanya dua partai / lebih, tetapi dengan peranan dominan dari dua partai. Contohnya AS. Sistem ini akan lebih menjamin stabilitas pemerintahan, karena fungsi partai dalam Badan Perwakilan adalah sangat jelas. Partai yang menang dalam pemilu akan menduduki pemerintahan sedangkan partai yang kalah akan menjadi oposisi yang loyal.


  1. System Multi Partai

Dalam system ini terdapat dua / lebih parpol yang berpengaruh di badan perwakilan rakyat. Sisitem ini akan tumbuh dalam masyarakat yang komposisinya heterogen dimana perbedaan ras, suku, agama sangat kuat, contohnya Indonesia. System ini bila digandengkan dengan system pemerintahan parlementer akan cenderung menyebabkan ketidakstabilan pemerintah karena eksekutif merupakan pemerintah koalisi. Di samping itu tugas partai dalam parlemen menjadi tidak jelas karena suatu saat ia menjadi partai pemerintah dan saat koalisi pecah ia berubah menjadi partai oposisi. System multi partai akan terus berkembang bila didukung oleh system pemilihan proporsional, karena memberi kemungkinan kepada partai kecil terus hidup walaupun ia memperoleh sedikit sekali kursi di dalam parlemen.


  1. Sejarah Pengaturan Kepartaian di Indonesia

  2. Masa Penjajahan

Parpol dibentuk berdasarkan adanya gerakan ethische politiek dengan memberikan kesempatan di wilayah jajahan membentuk DPR (Volksraad). Tahun 1939 parpol dibentuk dan perjuangan lewat Volksraad adalah :


  • Indonesische Nationale Groep dipimpin oleh Moh. Yamin

  • Fraksi Nasional dibawah Husni Thamrin

  • Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi Putera di bawah pimpinan Parwoto

Sedangkan diluar Volskraad, terdapat usaha – usaha untuk menggabungkan parpol dengan membentuk :


  1. GAPI, gabungan partai – partai politik yang beraliran nasional

  2. MIAI, gabungan partai – partai yang beraliran Islam

  3. MRI, gabungan partai dari organisasi buruh

Pada masa penjajahan system kepartaian menganut pola system multi partai.


  1. Masa Kemerdekaan

  • Masa Maklumat Pemerintah 3 Nopember 1945

Maklumat ini merupakan pengumuman dari pemerintah yang berisi usulan dari Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNI). Isi maklumat ini adalah :


  • Pemerintah menyukai pembentukan partai – partai politik

  • Pemerintah berharap partai – partai itu terbentuk sebelum pemilihan Badan Perwakilan Rakyat

Dari himbauan ini munculah 10 partai : Masyumi, Partai Buruh Indonesia, Partai Rakyat Jelata, Partai Kristen Indonesia, PKI, dll, sehingga lahirlah pola multi partai. Berdasarkan UU No. 7 Tahun 1953, diadakan pemilu untuk memilih anggota DPR dan anggota Konstituante. Jumlah parpol yang mengikuti pemilu adalah 24 parpol.


  • Masa Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Terjadi perubahan ketatanegaraan dari UUDS 1950 dengan memberlakukan UUD 1945 yang dikenal dengan system Demokrasi Terpimpin. Presiden Soekarno mengeluarkan Penpres No. 7 Tahun 1959 Tentang Syarat – Syarat Penyederhanaan Kepartaian, yang isinya :


  1. Parpol harus menerima asas NKRI menurut UUD 1945

  2. Dalam Anggaran Dasar Partai harus dicantumkan dengan tegas parpol menerima dan mempertahankan Pancasila

  3. Parpol harus menegaskan bahwa program kerjanya adalah Mani festo Politik Pidato Presiden 17 Agustus 1959

Dengan Keppres No. 440 Tahun 1961, Tentang Pengakuan Partai – partai politik yang diakui 10 partai dan mewakili wakil di DPR – Gotong Royong (GR), serta terdapat partai – partai yang dibubarkan dan partai yang ditolak.


  • Masa Orde Baru

Dengan Supersemar 1966 Soeharto sebagai Letjen TNI mengeluarkan keputusan tanggal 12 Maret 1966 untuk membubarkan PKI bersama dengan ormas – ormasnya serta larangan penyebarluasan ajaran Marxisme. Semboyan orde baru adalah ‘Melaksanakan UUD 1945 Secara Murni dan Konsekwen”. Pemilu diadakan tanggal 3 Juli 1971 yng diikuti oleh 10 parpol. MPR hasil pemilu kemudian mengadakan fusi dalam fraksi – fraksi Persatuan Pembangunan, Demokrasi Indonesia, Karya Pembangunan. Fusi ini kemudian diikuti dengan dikeluarkannya UU No. 3 Tahun 1975 Tentang Parpol dan Golongan Karya yang menyederhanakan jumlah partai menjadi 3 yaitu Partai Demokrasi Indonesia, Partai Persatuan Pembangunan dan Golkar dengan asas Pancasila sebagai satu – satunya asas parpol dan ormas (UU No. 3 Tahun 1985). Sejak tahun 1971 telah berhasil diadakan pemilu legislative setiap lima tahun sekali secara priodik dimana hasil pemilu selalu didominasi oleh Golkar.


  • Masa Reformasi

Diawali oleh krisis moneter, Indonesia dilanda krisi kepercayaan terhadap pemerintahan dalam arti luas bersamaan dengan isu penegakan HAM dan penegakan hukum. UU No. 3 Tahun 1999 membuka kembali kebebasan membentuk parpol dan boleh mencantumkan asas ciri masing – amsing partai. Sehinnga muncul 48 partai peserta pemilu, demikian juga berdasarkan UU No. 31 Tahun 2004 berkurang menjadi 24 partai. Kondisi system multi partai muncul karena masyarakat Indonesia sangat heterogen, mereka cenderung melakukan ikatan – ikatan terbatas primordial, baik berdasarkan kelompok / golongan, agama, ras, maupun kedaerahan.


  1. PARTAI POLITIK DAN PEMILIHAN UMUM

  2. Masalah Perwakilan

Demokrasi menurut JJ Rousseau dalam bukunya “Du Contract Social” adalah suatu demokrasi langsung dimana pemerintahan diselenggarakan berdasarkan kehendak umum atau sebagian besar dari warga Negara. Ajaran ini sulit diterapkan karena luasnya wilayah, banyaknya penduduk, dan kepentingan yang beragam sehingga jalan keluarnya adalah melalui system perwakilan.


Pengertian pemerintahan dengan system perwakilan menurut Konfrensi International Comision of Jurist di Bangkok 1965, pemerintahan perwakilan adalah pemerintahan yang memperoleh kekuasaan dan kewenangan dari rakyat, dimana kewenangan dan kekuasaan itu diperoleh melalui perwakilan yang dipilih secara bebas dan bertanggung jawab kepada pemilihnya. Syarat – syaratnya :


  1. Proteksi Konstitusional

  2. Pengadilan – pengadilan yang bebas dan tidak memihak

  3. Pemilihan – pemilihan yang bebas

  4. Kebebasan menyatakan pendapat

  5. Kebebasan berserikat dan tugas oposisi

  6. Harus ada pendidikan civics

Konsekwensi dari Representative Government adalah :


  • Keharusan adanya lembaga perwakilan rakyat

  • Keharusan adanya seleksi, baik pemilu yang bebas dan rahasia, maupun dengan cara lain

  • Keharusan adanya partai politik

  • Keharusan adanya lembaga yang mempunyai tugas pelaksanaan dan bertanggungjawab kepada rakyat melalui badan perwakilan rakyat.

Mengenai hubungan wakil dengan yang diwakili ada beberapa teori yaitu :


  1. Teori Mandat

Menurut teori mandat si wakil dianggap duduk di lembaga perwakilan karena mendapat mandat dari rakyat, sehingga disebut mandataris. Teori ini berkembang menjadi 3 yaitu :


  1. Mandat Imperatif

Si wakil bertugas dan bertindak di lembaga perwakilan sesuai dengan instuksi yang diberikan oleh yang diwakili, si wakil tidak boleh bertindak diluar instuksi tersebut. Kelemahannya adalah dapat menghambat tugas lembaga perwakilan.


  1. Mandat Bebas

Ajaran ini dianut oleh Abbe Sieyes (Perancis) dan Black Stone (Inggris). Ajaran ini berpendapat bahwa si wakil dapat bertindak secara bebas dimana si wakil ini adalah orang – orang terpercaya dan terpilih serta memiliki kesadaran hukum.


  1. Mandat Representatif

Disini si wakil dianggap bergabung dengan badan perwakilan (parlemen). Rakyat memilih dan memberikan mandat pada lembaga perwakilan. Lembaga perwakilan inilah yang bertanggungjawab kepada rakyat.


  1. Teori Organ

Ini dianut oleh Von Gierke dan juga Jellinek dan Paul Laband. Menurut teori ini Negara merupakan organism yang mempunyai alat – alat perlengkapan dengan fungsinya masing – masing dan saking ketergantungan. Setelah rakyat memilih lembaga perwakilan rakyat, mak rakyat tidak ikut campur lagi karena lembaga itu akan berfungsi sesuai dengan wewenang yang diberkan dalam UUD.


  1. Teori Sosiologis dari Reiker

Reiker menganggap bahwa lembaga perwakilan bukan merupakan bangunan politis melainkan bangunan social. Lembaga perwakilan akan mencerminkan lapisan – lapisan kepentingan dalam masyarakat.


  1. Teori Hukum Objektive dari Leon Duguit

Menurut teori ini dasar daripada hubungan antar rakyat dengan parlemen adalah solidaritas. Wakil rakyat dapat melaksanakan tugas kenegaraannya atas nama rakyat, sedangkan rakyat tidak akan dapat melaksanakan tugas – tugas kenegaraannya tanpa mendukung wakilnya. Jadi adanya suatu pembagian kerja. Keinginan untuk berkelompok yang disebut solidaritas merupakan dasar hukum objektif yang timbul, akibatnya :


  • Rakyat / kelompok yang diwakili harus ikut serta dalam pembentukan badan perwakilan denga melalui pemilu

  • Kedudukan hukum antara pemilih dan yang dipilih adalah semata – mata berdasarkan hukum objektif.

  • Si wakil dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus menyesuaikan tindakannya dengan kehendak pemilihnya bukan karena adanya hukum objektif yang didasarkan pada solidaritas social yang mengikat melainkan karena rasa solidaritasnya

  1. Teori Gilbert Abcarian

Menurut Gilbert Abcarian ada 4 tipe hubungan antara wakil dengan yang diwakili:


  • Si wakil sebagai “wali” (trustee). Di sini wakil bebas berrtindak atau mengambil ke[utusan menurut pertimbangannya sendiri tanpa perlu berkonsultasi dengan yang diwakilinya

  • Si wakil bertindak sebagai utusan / delegasi. Di sini wakil bertindak sebagai urusan atau duta dari yang diwakili

  • Si wakil bertindak sebagai politico. Di sini wakil selaku wakil dan terkadang sebagai utusan tergantung pada materi yang dibahas

  • Wakil bertindak sebagai partisan. Di sini wakil bertindak sesuai dengan program partainya atau keinginan partai yang diwakilinya.

  1. Teori Prof.Dr.A Hoogerwerf

Mengemukakan adanya lima model hubungan antara si wakil dengan yang mewakilinya, yakni model delegate, model trustee, model politicos, model kesatuan, model diversifikasi.


  • Model delegate, si wakil bertindak sebagai yang diperintah seorang kuasa yang harus menjalankan perintah dari yang diwakilinya.

  • Model trustee, si wakil bertindak sebagai orang yang diberi kuasa, yang memperoleh kuasa penuh dari yang diwakilinya, sehingga dapat bertindak berdasarkan pendirian sendiri.

  • Model politicos, si wakil kadang-kadang bertindak sebagai delegasi dan kadang-kadang bertindak sebagai kuasa penuh.

  • Model kesatuan, anggota parlemen dilihat sebagai wakil seluruh rakyat.

  • Model diversifikasi (penggolongan), anggota parlemen dilihat sebagai wakil dari kelompok teritorial, sosial atau politik tertentu.

Pada umumnya ada dua macam – macam perwakilan yaitu system mono-cameral dan system bi-cameral. Umumnya Negara monarchi dan Negara serikat menganut system bi-cameral sedangkan Negara kesatuan menganut system mono – cameral. Fungsi lembaga perwakilan menurut Miriam Budiardjo ada dua yaitu :


  • Menentukan policy / kebijaksanaaan : membuat UU, hak amandemen, hak inisiatif, hak bidget dan meratifikasi traktat

  • Mengontrol / mengawasi badan eksekutif : dengan hak interpelasi, hal bertanya, hak angket, hak amandemen

Sedangkan menurut Abu Daud Busroh, fungsi lembaga perwakilan ada 3 yaitu :


  • Fungsi legislasi

  • Fungsi pengawasan

  • Fungsi sebagai sarana pendidikan politik

  1. Sistem Pemilihan Umum

Pemilihan umum merupakan suatu cara untuk menentukan wakil – wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat. System pemilihan umum sangan dipengaruhi oleh cara pandang terhadap individu / masyarakat dalam Negara. Atas criteria ini, maka dikenal dua system pemilihan yakni :


      1. System pemilihan mekanis

    Memandang rakyat sebagai massa individu – individu yang sama sebagai suatu kesatuan otonum dan Negara / masyarakat dipandang sebagai komplek hubungan – hubungan antar individu.


          1. System pemilihan mekanis, mengenal dua macam cara yaitu :

      1.1 System pemilihan distrik, dilakukan dengan cara :


      – wilayah Negara dibagi – bagi di dalam daerah pemilihan yang disebut distrik – distrik pemilihan yang jumlahnya sama dengan jumlah anggota badan perwakilan rakyat


      – setiap distrik diwakili oleh satu orang yang memperoleh suara mayoritas.


      Beberapa dampak dalam system perwakilan distrik adalah :


      • Orang yang dipilih belum tentu mewakili suara mayoritas dari wilayah distrik itu. Oleh karena itu bila dianut system pemilihan distrik, maka lambat laun akan mendorong lahirnya system dwi partai dalam Negara.

      • Biasanya orang yang terpilih itu pasti sangat dikenal dan memiliki hubungan yang sangat dekat dengan pemilihnya, sehingga ia akan dituntut memperjuangkan aspirasi pemilihnya.

      1.2 Sistem perwakilan proporsional


      System perwakilan dimana prosentase kursi di badan perwakilan rakyat yang dibagikan kepada partai politik berdasarkan prosentase jumlah suara yang diperoleh oleh tiap – tiap parpol.


      Dampak secara umum dari system pemilihan proporsional :


      • Setiap suara di wilayah pemilihan tetap dihitung secara nasional

      • System ini disukai oleh partai – partai kecil, karena masih ada harapan kemungkinan dapat merebut kursi lembaga perwakilan rakyat walaupun hanya satu kursi

      • Perhitungan suaranya berbelit – belit

      • Rakyat bukan memilih orang, melainkan parpol.

          1. System pemilihan organis

        Menempatkan masyarakat sebagai satu kesatuan individu – individu yang hidup bersama dalam berbagai macam kesatuan hidup berdasarkan hubungan genealogis, fungsi ekonomi, industry, lapisan – lapisan social.


        1. Sistem Pemilu di Indonesia

        2. Masa Orde Lama

        Pemilu pertama tahun 1955 berdasarkan UU No. 7 Tahun 1953 yang sumber konstitusinya adalah Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 35 UUDS 1950. Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR dan Badan Konstituante sesuai dengan ketentuan Pasal 134. System pemikihannya adalah system proporsional, dengan asas pemilu adalah umum dan berkesamaan, langsung, bebas, dan rahasia.


        1. Masa Orde Baru

        Pemilu kedua tahun 1971. UUD yang berlaku adalah UUD 1945, yang bersifat singkat, sehingga soal pemilu tidak diatur. Berdasarkan TAP MPRS No. XLII/MPRS/1968, maka pemilu dilaksanakan selambat – lambatnya tanggal 5 Juli 1971. Presiden dan DPR – Gotong Royong pada saat itu menetapkan UU No. 5 Tahun 1969 Tentang Pemilu dan UU No. 16 Tahun 1969 Tentang Susunan DPR, DPRD, dan MPR. Asas pemilu adalah langsung, umum, bebas dan rahasia. Pemilu tahun ke – III Tahun 1977, dalam infrastruktur politik terjadi penggabungan, fraksi MPR dan juga fusi parpol. Sehingga peserta pemilu hanya 3 organisasi social politik. Pemilu diselenggarakan berdasarkan UU No. 4 tahun 1975. Demikian berlangsung sampai pemilu ke –IV tahun 1982, setelah diadakan perubahan terhadap UU Parpol dan Golkar 1975 dan UU No. 4 Tahun 1975 dengan mengeluarkan lima paket UU di bidang Politik Tahun 1985 terutama asas partai politik hanyalah Pancasila. Hal ini berlaku untuk pemilu ke – V tahun 1987, ke – VI tahun 1992, pemilu ke – VII tahun 1997 adalah akhir masa orde baru. Asas pemilu adalah langsung, umum, bebas, dan rahasia dengan system perwakilan proporsional dan pengangkatan.


        1. Masa Reformasi

        Pemilu ke – VIII tahun 1999. Dalam rangka tuntutan reformasi kemudian disusun 3 paket UU di bidang politik yaitu UU No. 2 Tahun 1999 Tentang Parpol, UU No. 3 Tahun 1999 Tentang Pemiku dan UU No. 4 Tahun 1999 Tentang Susduk MPR, DPR, dan DPRD. Peserta pemilu adalah 28 parpol. Pemili ke IX Tahun 2004, terdapat keistimewaan tersendiri dalam pemilu tersebut yaitu :


              1. Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil selama 5 tahun sekali

              2. Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden dan DPD

              3. Peserta pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah parpol

              4. Peserta pemilu untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan

              5. Pemilu diselenggarakan oleh suatu komisi pemilu yang bersifat nasional, tetap dan mandiri

              6. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilu diatur dalam UU

          Dalam rangka pelaksanaannya. Maka dibentuk 4 UU di bidang politik, yaitu UU No. 31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik, UU No. 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum, UU No. 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, dan UU No. 23 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. System pemilihan anggota DPR dan DPRD menganut system pemilihan Proporsional dengan daftar terbuka, sementara untuk DPD menganut system Distrik berwakil banyak. Sedangkan untuk memilih presiden dan wakil presiden menganut system pemilihan perorangan.








          ANALISIS


          Negara ini jika kita tinjau dari segi politik,tak bisa di pungkiri bahwa Negara memang merupakan sebuah system kekuasaan. Dimana dalam hal ini yang kita bahas ialah kekuasaan politik yang berkemampuan untuk mempengatuhi kebijakan umum (pemerintah) baik dalam proses terbentuknya maupun dalam akibat-akibatnya sesuai dangan tujuan pemegang kekuasaan itu sendiri. Diatas juga telah dipaparkan mengenai empat fungsi utama partai politik,yakni: sarana komunikasi politik, sarana sosialisasi politik, sarana recruitment politik, dan sarana managemen konflik. Namun jika di lihat sekarang tak sedikit selentingan yang menyatakan bahwa partai politik adalah lading gandung yang amat subur dan bahkan bisa dipanen dengan waktu ygna singkat,sebab masyarakat menilai tak sedikit para elit politik menggunakannya sebagai sarana untuk memperkaya diri sendiri.


          Dari pemaparan diatas diketahui ada klasifikasi dari jumblah partai yang berpengaruh,yakni : mono partai, dwi partai, dan milti partai. Indonesia sendiri menganut system multi partai, namun apa mungkin jika Indonesia berpindah menjadi system mono partai ataupun sisten dwi partai? Lalu bagaimana dengan baik dan buruknya system system tadi diatas apabila diimplementasikan dalam Negara ini.


          Sedangkan mengenai pemilu tela kita ketahui bersama asas yang di terapkan yakni luberjurdil.



          PERTANYAAN


          1. Bagaimana system pemilu di Indonesia pada masa sekarang?

          2. Sebutkan 4 fungsi partai politik!

          3. Jelaskan klasifikasi partai dari sudut pandang jumblah partai!

          4. Jelaskan tentang system pemilihan mekanis dan organis!

          5. Jelaskan perbadaan parpl dengan Gerakan atau Kelompok Kepentingan!



          Source

          No comments:

          Post a Comment